TELAAH KRITIS TRADISI PEMIKIRAN TEOLOGI
DI DUNIA PESANTREN
Oleh : Hasan Abadi
DI DUNIA PESANTREN
Oleh : Hasan Abadi
ABSTRAK
Teologi adalah suatu ilmu yang mempelajari ajaran dasar (fundamental) suatu agama. Sehingga hal ini menjadi sangat signifikan ketika seseorang ingin mendalami seluk beluk agamanya. Karena teologi adalah ajaran dasar agama maka sikap setiap pemeluk agama sebenarnya wajib mempelajari dengan sungguh-sungguh teologi agama yang dianutnya, sehingga pemeluk agama akan memperoleh pemahaman dan keyakinan yang kuat yang berimplikasi pada ketetapan iman.
Sementara itu kalau kita mempelajari agama Islam, maka pada dasarnya dibagi menjadi dua komponen pokok, yaitu aqidah dan syari'ah. Dalam menghampiri masalah aqidah yang menyangkut aspek kepercayaan manusia banyak dituntut untuk menggunakan aspek berpikir. Dalam menghampiri masalah syari’ah yang menyangkut aspek prilaku, manusia dituntut banyak menggunakan kemampuan fisik (Sahal Mahfoudh, 1994: 358). Dalam masalah ‘aqidah -biasa disebut kalam atau teologi- inilah timbul berbagai intepretasi antara pemikir-pemikir Islam yang kemudian melahirkan aliran-aliran kalam atau teologi.
Di Indonesia, teologi Islam yang diajarkan pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang filosofis. Selanjutnya ilmu tauhid biasanya memberi pembahasan sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau golongan-golongan lain yang ada dalam teologi Islam. Dan ilmu tauhid yang diajarkan dan yang dikenal di Indonesia pada umumnya ialah aliran ilmu tauhid menurut aliran Asy'ariah, sehingga timbul kesan dikalangan Sementara ummat Islam Indonesia, bahwa inilah satu-satunya teologi yang ada di Indonesia (Harun Nasution, 1986: ix-x).
Kenyataan ini juga terjadi di pesantren, dimana pesantren hanya "melulu" mengkaji teologi Asy'ariah yang dibungkus dalam teologi Ahlussunnah wa 'I-jamaah. Ini dapat kita lihat dari kitab-kitab teologi yang dipelajari di pesantren yang semata-mata merupakan pemaparan mengenai ajaran al-Asy'ari tentang sifat-sifat Tuhan dan para Nabi (Martin Van Bruinessen, 1995: 155). Paham teologi Asy'ari sendiri termasuk paham teologi tradisional, yang mengambil posisi antara ekstrim rasionalis yang menggunakan metafor dari golongan tekstualis yang leterlek. la mengambil posisi di antara Mu'tazilah dan Jabaryah, tetapi "benang merah" sebagai jalan tengah yang diambilnya tidak begitu jelas. Suatu kali ia memihak Mu'tazilah, lain kali cenderung ke jabariyah, dan lain kali lagi, mengambil kedua pendapat dari kedua aliran yang bertentangan lalu mengkompromikan (Zainun Kamal, 1995: 131)
Memang padsa dasarnya teologi yang tumbuh dan berkembang di dunia pesantren sangat dipengaruhi oleh sebuah arus besar (a big mainstream) pemikiran teologi Islam yang tumbuh dan berkembang di dunia Islam dan menjadi panutan sebagian besar ummat. Teologi yang menjadi panutan tersebut adalah teologi Ahlussunnah wa 'I-jamaah, aswaja atau biasa disebut Sunni, yang benuansakan paham Asy'ariah. Teologi ini mampu diterima dalam komunitas masyarakat pesantren karena setidak-tidaknya telah memberikan jalan tengah dalam berbagai aliran teologi yang berkembang dalam peradaban Islam.
Terlepas dari hal tersebut, dalam lingkungan pesantren dan masyarakat yang lebih luas, perkataan Ahlussunnah wa 'I-jamaah ini mempunyai konotasi yang khas. Istilah tersebut dianggap sebagai istilah yang paling menguasai keseluruhan pengenalan diri orang-orang pesantren serta paling mendasar dan istilah tersebut sebagian orang pesantren serta masyarakat tertentu yang mengaku menganutnya justru tidak mengetahui, bahkan tidak kurang diantara mereka ada yang mengidentikkan istilah tersebut dengan Nandlatul 'Ulama (NU). Dalam banyak segi sering dijumpai orang-orang pesantren atau masyarakat tertentu yang beranggapan bahwa mereka yang bukan warga NU adalah bukan golongan Ahlussunnah wa 'I-jamaah (Imron Arifin, 1993: 23)
Hal ini dikarenakan wacana pemikiran teologi di pesantren masih kurang mendapat tempat yang layak, masih kalah jauh dan wacana pemikiran fiqh yang hampir mendapat prioritas penuh di sebagian besar dunia pesantren. Karena itu di pesantren perlu ditumbuhkan kembali tradisi pemikiran teologinya.
Selengkapnya bisa di Unduh di SINI
No comments:
Post a Comment